Data, Fakta dan Informasi serta berbasiskan Ilmiah berbagai Topik dan Tema dari Penulis Akademica News ataupun Penulis lain.

AkademicaNews

Features

Bungo, Akademicanews.com - Universitas Muara Bungo (UMB) kembali berperan aktif untuk menjalankan Tri Dharma Perguruan Tingginya, kali ini dalam memperkuat peran koperasi melalui program pembinaan Koperasi Unit Desa (KUD).

UMB akan bekerjasama dengan KUD di Kabupaten Bungo, program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas koperasi handal yang memiliki daya saing di wilayah tersebut.

Kerjasama dengan KUD merupakan bagian dari upaya UMB untuk mendukung pembangunan ekonomi lokal serta memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat desa dalam mencapai kemandirian ekonomi. 

Dengan melibatkan akademisi-akademisi diberbagai Fakultas, UMB akan memberikan pendampingan dan pelatihan kepada anggota KUD dalam berbagai aspek, seperti manajemen koperasi, pemilihan bibit, pemasaran, dan keuangan.

Rektor UMB, Dr. Ir. Supriyono melalui Wakil Rektor 1, Subagiono, SP.,MP ketika diwawancarai menyampaikan bahwa program ini merupakan gagasan dan inisiatif ketua Yayasan Pendidikan Mandiri Muara Bungo, H. Andriansyah yang merasa bahwa koperasi di Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang dan Kecamatan Pelayang menjadi koperasi yang handal.

"Saya sangat termotivasi dengan program yang positif ini. Dimana awalnya ini merupakan inisiatif dari Ketua Yayasan yang berpikir bagaimana menjadikan koperasi di Kecamatan Limbur dan Pelayang bisa menjadi koperasi-koperasi yang handal", Ujar Subagiono.

Ia juga menjelaskan bahwa fokus program ini yakni, Koperasi di Limbur Lubuk Mengkuang dan Pelayang kini masuk dalam tahap Replanting (Peremajaan Tanaman Sawit) dan membutuhkan bantuan serta dampingan dari UMB.

"Mengingat koperasi di Limbur Lubuk Mengkuang dan Pelayang sedang masuk ke tahap Replanting tentu membutuhkan pendampingan dan binaan dari UMB. Terutama pembinaan bagaimana proses untuk mendapatkan bibit unggul dan juga proses Replanting itu sendiri. UMB akan berupaya mendapatkan hibah-hibah dari Pemerintah, karena proses Replanting ini membutuhkan dana yang cukup besar", Jelasnya.

Seperti yang telah diketahui, untuk mendorong Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) cepat terealisasi, pada Februari 2022 lalu telah dikeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 3 Tahun 2022. Peraturan ini berisi tentang pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, peremajaan, serta sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit.

Peraturan Menteri Pertanian tersebut juga dapat mencakup bantuan yang diberikan kepada petani atau perusahaan kelapa sawit yang melakukan replanting. Hal ini bertujuan untuk mendorong partisipasi aktif dalam program replanting dan memberikan dorongan finansial untuk penggantian kebun kelapa sawit yang sudah tua.

Selain itu, persyaratan bibit yang digunakan juga diatur dalam Peraturan Menteri untuk Replanting kelapa sawit. Bibit yang digunakan haruslah berkualitas tinggi, memiliki genetika unggul, dan tahan terhadap penyakit serta hama yang umum menyerang kelapa sawit.

"Nanti Universitas Muara Bungo bersama Koperasi Unit Desa akan menegoisasi pihak Perusahaan untk mendapatkan rekomendasi pembelian bibit. Jadi pihak perusahaan ini tidak mau membeli bibit sembarangan, dan bibit yang dipilih itu betul-betul bibit unggul yang sudah mendapat rekomendasi. Jadi nanti UMB akan mengajukan rekomendasi dan menjadi pelaksana pembibitannya", Ungkap Wakil Rektor 1.

Melalui pembinaan KUD, Universitas Muara Bungo berkomitmen memberikan kontribusi dalam pemberdayaan koperasi di Kabupaten Bungo. 

Rektor UMB menyampaikan bahwa harapan Yayasan, program dapat berkembang dan memberikan manfaat besar bagi KUD serta mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di Desa-desa.(HBS)

Hermanto BS

 UMB akan memberikan pendampingan dan pelatihan kepada anggota KUD dalam berbagai aspek, seperti manajemen koperasi, pemilihan bibit, pemasaran, dan keuangan.

Perkuat Peran Koperasi, Universitas Muara Bungo Bantu KUD Dalam Program Replanting

BUNGO, AKADEMICANEWS.COM – Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) baru-baru ini telah mengundang Yayasan Pendidikan Mandiri Muara Bungo (YPMMB) pada kegiatan silaturahmi dewan Asatidz/Asatidzah.

Ketua Yayasan Universitas Muara Bungo, H. Andriansyah beserta rombongan yang terdiri dari Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Mulia Jaya, Kepala Bidang Pengabdian LPPM UMB Dedi Epriadi beserta Tim Media Center Akademica disambut hangat oleh pengurus FKDT berserta para orang tua di MDTA Nurul Falah.

Kehadiran H. Andriansyah ke Dusun Kuning Gading tersebut merupakan inisiatif segenap pengurus FKDT dan Forum Komunikasi Taman Pendidikan Al-Quran Kecamatan Pelepat Ilir untuk membahas permasalahan Madin yang menjadi kegelisahan para warga yang menyekolahkan anak-anak mereka di lembaga pendidikan Non-Formal seperti Madrasah Diniyah. Pasalnya, Ijazah Madin yang diperoleh anak-anak mereka di Madrasah saat ini tidak dapat dipergunakan untuk syarat melanjutkan pendidikan ketingkat berikutnya.

Ketua FKDT Kecamatan Pelepat Ilir, Rosid. R ketika memberikan sambutan mengutarakan kegelisahan seluruh pengurus FKDT dan para orang tua siswa Madrasah. Dengan kucuran air mata, Rosid menceritakan bahwa tidak dapat dipungkiri bahwa seluruh warga dan orang tua di Pelepat Ilir khawatir pengakuan ijazah Madrasah Diniyah sebagai syarat melanjutkan pendidikan formal. Persoalan ini memunculkan pertanyaan tentang pengakuan dan kesetaraan pendidikan agama dengan pendidikan formal di negara ini.

"Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak siswa yang menyelesaikan pendidikan di Madrasah Diniyah, lembaga pendidikan agama yang berfokus pada pembelajaran Al-Quran dan pendidikan agama Islam. Namun, beberapa dari mereka yang ingin melanjutkan pendidikan menghadapi kendala karena ijazah yang dikeluarkan oleh Madrasah Diniyah mereka tidak secara otomatis diakui oleh institusi pendidikan formal", Ungkap Rosid.

Dari pantauan Tim Akademicanews saat pembahasan persoalan Ijazah Madin tersebut, Meskipun anak-anak meraih prestasi akademik yang baik selama di Madrasah Diniyah, kini dihadapkan pada kenyataan bahwa ijazahnya tidak dapat diterima sebagai syarat masuk ke jenjang pendidikan berikutnya. 

Warga Pelepat Ilir merasa bahwa kebijakan ini tidak adil, sebab Madrasah Diniyah juga merupakan lembaga pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada siswa.

Masalah pengakuan ijazah Madrasah Diniyah ini memantik kepedulian Andriansyah untuk memikirkan kesetaraan pendidikan agama dengan pendidikan formal. Ia berpendapat bahwa penting untuk mengakui dan memfasilitasi siswa yang menyelesaikan pendidikan agama untuk melanjutkan pendidikan mereka tanpa hambatan. 

"Program pembangunan pendidikan agama itu penting, ini terus dijalankan oleh Ayah saya dulu ketika membangun Kabupaten Bungo. Karena setelah pembangunan fisik, maka perlu juga ada pembangunan "Ghaib" yang perlu juga kita sama-sama pikirkan. Pembangunan Ghaib itu isinya ada di kepala. Di kepala ini adalah semua dasar pembangunan itu, seperti Ilmu Pengetahun tidak bisa dilihat namun bisa kita rasakan melalui etika dan adab yang kita lihat dari anak-anak kita. Tentu contoh itu bukan hanya berasal dari guru, melainkan dasarnya melalui orang tua", Ujar Andriansyah.

Menurut Andriansyah, Ilmu Pengetahuan adalah modal penting mengatasi dan menghadapi berbagai persoalan pelik dalam kehidupan sosial. Tak melulu soal pembangunan fisik, pembangunan Ilmu Pengetahaun dan pendidikan agama adalah dasar pertama membangun peradaban manusia yang baik. Ia menerangkan dari terciptanya peradaban manusia baik, maka akan lahir pemimpin yang baik.

"Poin-poin persoalan Madin yang diberikan ke saya, itu saya bahas bersama dosen-dosen di Universitas Muara Bungo. Perguruan tinggi seperti kami tugasnya adalah meneliti, maka kami ulas dulu peraturan dan undang-undangnya. di PP Nomor 55 Tahun 2007, sebenarnya Ijazah Madin ini telah diakui oleh negara. Namun kurangnya pemahaman orang yang memangku wewenang di Kabupaten Bungo ini sehingga terjadilah Ijazah itu tidak berlaku", Jelas Ketua Yayasan.

Pria yang pernah menjabat sebagai wakil Ketua DPRD Kabupaten Bungo ini beranggapan bahwa, perlu diberikan dorongan dan penjelasan kepada pemangku kebijakan di pemerintah.

"Tidak serta-merta harus menunggu besok, tidak akan jadi. Sekarangpun sebenarnya bisa, kalau 'Dia' mau. Apabila nanti dari sini ada perwakilan, tentu orang yang paham tentang Madin adalah orang Madin. Saya lihat harus ada perwakilan dari orang-orang yang mengerti tentang pendidikan Madrasah. Untuk permasalahan Madin yang ada di Bungo Dani, maka kita perlu cari orang yang tepat dan mengerti tentang Madin. Bukan siapa dia, tapi lihat pengetahuan dan kinerjanya. Dan ingat ketika memilih perwakilan, anda sedang memilih pemimpin untuk anak-anak kita", Ungkap Aa Andre.

Selain itu, poin penting yang menjadi sorotan Andriansyah terkait persoalan Madin saat ini selain Ijazah yakni permasalahan tenaga operator input data EMIS. Andriansyah mengungkapkan bahwa Universitas Muara Bungo akan membantu para pengurus MDTA dalam pelatihan input aplikasi basis data siswa madrasah yang terhubung langsung dengan database Kementerian Agama pusat itu.

"Laboratorium Komputer Universitas Muara Bungo beserta teknisi siap memfasilitasi pelatihan para operator data EMIS Madin. Karena ini sangat penting untuk kemajuan Madin, Data di aplikasi ini menjadi basis dalam pengambilan kebijakan kegiatan di lingkungan Kementerian Agama. Seperti bantuan dana BOS, Data Ujian, pengusulan Program Indonesia Pintar dan lainnya, Silahkan datang ke UMB, dan ini merupakan Tri Dharma kami. Makanya kami turun jemput bola" Jelas Aa'.

Sempat mengulas secara singkat bagaimana komitmen Universitas Muara Bungo untuk selalu bersedia membantu Pemerintah Dusun mengelola dana desa pada seminar Nasional untuk seluruh Rio (Kepala Desa) pada Maret lalu, Andriansyah menjelaskan bahwa di dalam dana desa terdapat hak untuk pendidikan Non Formal seperti Madrasah.

"Baru-baru ini kita menyelenggarakan seminar untuk Datuk Rio se-kabupaten Bungo untuk mengelola dana desa. Perlu saya jelaskan, bahwa di dalam dana desa itu ada hak. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 disebutkan bahwa apabila bukan pemerintah pusat, maka pemerintah daerahlah yang harus menyisihkan anggaran untuk Madin. Dari pusat telah disediakan, lalu di tingkat daerah menyisihkan untuk digunakan di pendidikan. Bahkan beasiswapun boleh dari dana desa", Tekan Aa Andre.

Menilai penjelasan Andriansyah tersebut, tim akademikanews melakukan riset singkat, bantuan Pemerintah Daerah akan memperkuat posisi pesantren dan madrasah diniyah. Apabila melihat di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat rata-rata pesantren di Jawa Barat dan Jawa Timur secara fasilitas sudah lebih berkembang hal ini terlihat dari adanya bantuan Bantuan Oprasional Madin yang diglontorkan Pemerintah Daerah.

Wujud dukungan Pemerintah Daerah bukan hanya dari materi namun pengakuan ijazah Madin menjadi salah satu syarat masuk pendidikan formal sudah lama di berlakukan di kedua Provinsi itu.

Bagaimana dengan Provinsi Jawa Tengah? Ternyata perhatian Pemerintah Daerah terhadap Pendidikan Madrasah Diniyah tidak kalah dengan Pemerintah Daerah Jawa Timur dan Jawa Barat. 

Terhitung mulai tahun 2019 lalu, Pemerintah Daerah Jawa Tengah mengglontorkan bantuan Honor Guru Madin dan TPQ sampai puluhan miliar dan dilanjutkan pada tahun ini dengan menambah jumlah penerimanya.

Jauh sebelumnya, di Kabupaten Purbalingga telah ada perhatian Pemda terhadap dunia Pendidikan Madin dengan memberikan honor kepada guru madin perbulan di tahun 2019 yang jumlah penerimanya lebih dari 1200 Ustadz.

Lalu, di Kabupaten Bandung perhatiannya Pemda telah dituangkan menjadi Perbup Bandung No 34 tentang pendidikan Madin jelasnya pada pasal 36 ayat (2) dengan bunyi "Bahwa siswa Diniyah Takmiliyah yang akan melanjutkan pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi wajib melampirkan ijazah Diniyah Takmiliyah Awaliyah untuk SMP/Mts, Diniyah Takmiliyah Wustho untuk ke SMA/SMK/MA".

Hal yang sama juga sudah dilaksanakan di Kabupaten Brebes. Ijazah Madin bisa menjadi syarat dalam PPBD di sekolah.

Andriansyah mengakui, bahwa saat ini selalu ada gerakan dan program-program pendampingan yang terus digalak Civitas Akademika Universitas Muara Bungo untuk membantu Pemerintah Kabupaten dan Dusun, khususnya membantu penyelesaian persoalan dunia pendidikan seperti yang dialami Madin saat ini.

"Bapak dan Ibu sekalian, saya bersama tim dari akademisi UMB beserta media akan terus melakukan gerakan-gerakan pendampingan dan pengabdian. Tidak perlu menunggu sampai 2024, semuanya dimulai dari sekarang. Kalau semuanya siap bergerak, ayo kita sama-sama bergerak. Bersama kampus, apabila kita sudah melakukan riset dan penelitian-penelitian persoalan ini dengan keyakinan dari diri kita. Kami pun dari Universitas Muara Bungo, kalau ada program beasiswa, kami mau meberikannya kepada anak-anak yang berijazah Madin", Ungkap Aa Andriansyah. (HBS)

Masalah pengakuan ijazah Madrasah Diniyah ini memantik kepedulian Andriansyah untuk memikirkan kesetaraan pendidikan agama dengan pendidikan formal.

DARI PERSOALAN IJAZAH, GAJI, HINGGA DATA EMIS, ANDRIANSYAH: KITA BERGERAK BERSAMA-SAMA

BUNGO, akademicanews.com, Tim Akademica News berkesempatan mewawancarai salah satu pendamping desa terbaik nasional, Acep Sopandi berbincang-bincang mengenai tindak lanjut dari seminar yang digagas Yayasan Pendidikan Mandiri Muara Bungo untuk merancang program yang akan di jalankan di desa.

Alumni Universitas Muara Bungo yang sempat menjadi pemateri seminar nasional ketahanan pangan pada 6 maret 2023 yang lalu ini, awalnya menjelaskan sesungguhnya ada beberapa permasalahan dan kesulitan yang dihadapi desa dalam menjalankan kegiatan pemberdayaan dan pembangunan selama ini.

Narasumber yang menyampaikan materi seminar berjudul “Simulasi Penyusunan Program Ketahanan Pangan di Desa” ini mengatakan bahwa disaat desa menyusun program seharusnya memiliki panduan. Panduan tersebut bukan hanya dari kementerian saja, melainkan perlu diterbitkan juga panduan dari pemerintah daerah.

“Kita tidak tahu apakah selama ini ada apa tidak perdanya. Selama pencarian yang saya lakukan belum ketemu perda ketahanan pangan. Yang ada hanya Perda tentang Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, serta Bagan Struktur Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bungo. Sedangkan perda ketahanan pangan itu sebenarnya miniatur sebuah kebijakan strategis yang harus dikelola oleh dinas ketahanan pangan, dinas TPH, dinas peternakan dan perikanan, yang nanti sampai ke level mikronya di desa”, Ujar Acep.

Permasalahan tidak adanya Perda, menjadi hambatan program ketahanan pangan tidak tercapai sesuai perencanaan pemerintah selama ini. Awal dilaksanakannya program ketahanan pangan di desa yaitu pada tahun 2021, dimana ketentuannya tertuang dalam Peraturan Presiden 104 tahun 2021 tentang rincian APBN tahun anggaran 2022, berbunyi bahwa program ketahanan pangan dan hewani paling sedikit dua puluh persen dari anggaran Dana Desa.

“Dalam praktinya, menyusun program ketahanan pangan di desa tidaklah mudah, rata-rata pada ini bingung. Bingung mau mengacu ke mana. Perda ketahanan pangan tidak ada, dicari RPJM kita bingungkan? RPJM ketika bicara sektor komoditi hanya pada pengembangan ini, pengembangan itu, hanya itu. Akhirnya desa membuat programnya sendiri-sendiri, yang penting dibuat, mau berjalan silahkan, dan mau dilanjutkan terserah, sudah selesai, yang penting tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan”, Pungkas Acep diiringi jeda sepersekian detik.

Terbitnya Kepmendesa, PDTT nomor 82 tahun 2022 tentang Pedoman Ketahanan Pangan di Desa alih-alih dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, ternyata belum bisa dilaksanakan dikarenakan APBDes telah disahkan dan bahkan telah dilaksanakan dalam kurun waktu regulasi tersebut disahkan. Selama ini Kepmendesa menjadi acuan selama perda belum ada, dan bersifat hanya menilai kondisi ketahanan pangan di desa lalu memberi pilihan kegiatan apa yang dapat dilakukan di tiap-tiap desa.

Kepmendes dengan bunyi butir bahwa Indonesia merupakan negara dengan tingkat kelaparan tertinggi ke-tiga se Asia Tenggara (Global Hunger Index 2021), tidak menjelaskan penyelarasan kebijakan ketahanan pangan ditingkat daerah dan kebijakan serta wewenang desa ternyata juga menjadi kendala dalam penerjemahan kebijakan yang diambil ditingkat daerah khusunya desa.

“Tapi, minimal terbantulah dengan adanya Kepmendes tersebut. Setidaknya kita punya acuan, soalnya waktu dulu sebelum ada Kepmendes banyak yang salah kaprah. Ada oknum pemangku kebijakan yang kurang memahami, dia menganggap dalam PMK 190 tahun 2021, program ketahanan pangan disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing. Sehingga apapun yang berhubungan dengan pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, semua diamini.  Termasuk pembibitan kelapa sawit juga diamini. Namun dicegah oleh pendamping, loh iyakan? Sawit itu bukan pangan, ya mana bisalah, apalagi jika dikaitkan dengan tujuan program ketahanan pangan itu sendiri. Jadi untuk menuju ketahanan pangan dan gizi seimbang di desa tidak bisa tercapai kalau seperti ini, penurunan stunting tidak ada, pemberdayaan ekonomi? cuma tidak tahu pemberdayaan ekonomi yang mana dan untuk siapa”, Ujar Acep.

Peraturan Menteri Keuangan 190 Tahun 2021 terkait kegiatan bidang ketahanan pangan dan hewani, Pemerintah Desa mengalokasi dana desa dengan melakukan penyesuaian sesuai dengan karakteristik dan potensi desa akhirnya membuat beberapa desa saat itu salah menerjemahkannya. Akhirnya desa tidak siap melaksanakan langkah-langkah pencegahan krisis pangan maupun stunting seperti yang dicanangkan pemerintah itu sendiri.

“Ada persepsi ini, bangun jalan ke kebun sawit, membangun jalan ke kebun karet, mentang-mentang infrastruktur diperbolehkan. Infrastruktur ke kebun sawit ke kebun karet. Lalu mentang-mentang berkaitan dengan hewani diperbolehkan beli sapi untuk digaduhkan, itu pemberdayaan ekonomi namanuya. Sedangkan ketahanan pangan itu adalah program direct, yang langsung bisa dirasakan oleh masyarakat”, Ia menambahkan.

Penerima penghargaan Tenaga Pendamping Profesional dari Kementerian Desa ini, telah melihat seluk-beluk permasalahan desa secara detail selama bertahun-tahun dan menaruh harapan besar dari seminar nasional ketahanan pangan akan lahir perda yang mengatur tentang kegiatan ketahanan pangan di desa. Ia menyarankan bahwa perda tersebut dapat dibentuk dengan melibatkan berbagai pihak seperti perguruan tinggi.

“Perda inikan tidak bisa dikerjakan oleh satu pihak saja karena berkaitan dengan pemetaan yang mengakomodir gagasan-gagasan. Kita berharap perguruan tinggi seperti Universitas Muara Bungo bisa ikut di situ. Desa menjalankan program, pemerintah daerah bisa memonitor. Selama inikan tidak seperti itu, kita bekerja sendiri-sendiri dan mereka tidak tahu apa yang akan dilakukan masyarakat mengelola dana sekian besar, yang kalau dihitung akumulasinya dari 141 desa, seumur hidup Kabupaten Bungo belum pernah melaksanakan program ketahanan pangan dua puluh tiga miliar lebih. Kalau anggaran sebesar itu dikelola oleh desa-desa dengan program tepat sasaran itu secara agregat dalam 141 desa ini akan menjadi keberhasilan Pemda”, Tegas Acep.

MINTA KESERIUSAN RIO/KEPALA DESA MENGEMBANGKAN BUMDES

Disatu sisi, kehadiran Acep Sopandi, yang juga penerima penghargaan Peringkat Tiga Tenaga Pendamping Profesional Inspiratif nasional dari Kementerian Desa PDTT tahun 2022 yang juga penerima penghargaan peserta terbaik nasional pada pelatihan peningkatan kapasitas P3PD 2022 lalu ini pada seminar nasional, tak luput menjadi pembahasan menarik yang ingin digali lebih mendalam oleh Tim Akademica News. Apa yang ingin dijelaskan pria yang juga merupakan dosen di Fakultas Pertanian Universitas Muara Bungo tersebut tentang membangun desa melalui bantuan dan program pemerintah pusat?

Ketika ditanya, bagaimana pendapatnya tentang apa yang disampaikan Rektor Universitas Muara Bungo bahwa sedikit sekali BUMDes di Kabupaten Bungo yang sudah berbadan hukum, bahkan jumlahnya kurang dari 10% dari total Desa di Kabupaten Bungo. Acep Sopandi mengiyakan. “Bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam memproses badan hukum. Bukan hanya soal sekedar pemrosesan dokumen syarat terbitnya sertifikat badan hukum saja, namun lebih jauh, persoalan yang paling banyak adalah persoalan internal BUMDesnya dan kurang seriusnya pemangku kebijakan menyelesaikan persoalan BUMDesa. Kalau memproses dokumen seperti Perdes, Agaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Program Kerja mudah kok. Tidak lama,” Unjarnya. Ia melanjutkan, “Pertanyannya, sudah selesai belum rumah tangga (internal) BUMDesnya itu sendiri?”. Nah, ini yang paling penting dan ini pula yang paling menghambat.

Lebih jauh, soal bagaimana support Kemendesa PDTT dalam mengembangkan BUMDes. “Ya, Kemendesa PDTT kan punya tangan-tangan sampai ke level Desa dengan adanya pendamping desa. Namun lagi-lagi pendamping desa bisa berbuat apa ketika sudah mendorong, memfasilitasi, mengasistensi, bahkan sampai ikut terjun membantu (kalau dalam istilah orang sini mandi kudo/kuda), kalau aktor-aktornya kurang serius”. Dan disisi lain, Kemendesa PDTT juga ada memberikan bantuan pengembangan BUMDesa setiap tahun, namun kan tidak bisa semua BUMDes mendapatkannya, karena anggarannya juga terbatas. Disamping anggaran terbatas, Kemendes PDTT juga sangat berhati-hati dalam menentukan BUMDes yang akan mendapatkan bantuan. Diantara beberapa syarat, paling penting adalah BUMDesa berbadan hukum, usahanya berjalan (progresif), dan mampu menjalankan amanah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dalam mengelola bantuan. Itupun juga harus diajukan melalui proposal. Acep menyebutkan ada tiga desa yang ia ketahui, BUMDesnya mendapat bantuan modal diantaranya yakni: BUMDesma (BUMDes bersama) di Bathin III Ulu, BUMDes Sido Mukti di Desa Karya Harapan Mukti Pelepat Ilir, dan satu lagi BUMDes di Desa Purwobakti. 

“BUMDes itu terbentuk sesuai kebutuhan desa masing-masing, tidak semata-mata mereka mengharapkan bantuan dari pusat. Contoh, desa ini butuh BUMDes yang didasari adanya peluang usaha yang dilakukan apakah itu peluang menambah untuk PADes, peluang untuk melayani masyarakat, bentuklah BUMDes. Setalah dibentuk BUMDes lalu kemudian nanti berbadan hukum, peluang itu nanti akan muncul sendiri seiring berjalannya waktu. Dan PMD biasanya akan diberi tahu oleh kemendesa untuk menilai BUMDes yang mana bisa menjalankannya”. Jelas Acep Sopandi.

BUMDes sejatinya dibentuk secara mandiri oleh desa, Acep Sopandi menekankan. Bantuan dari berbagai pihak pemerintah di pusat dapat diajukan ketika BUMDes telah terbentuk dan berjalan. BUMDes-BUMDes yang terbentuk dan berjalan baik, bisa mendapatkan bantuan sesuai kriteria, serta Dinas PMD memilih berdasarkan progres perkembangannya. Bantuan pemerintah pusat tidak memiliki kaitan dalam pembentukan awal BUMDes, namun bantuan dari pemeritah pusat tersebut merupakan stimulan untuk perkembangan usaha BUMDes kedepannya.

Menurut perkembangan selama ini, Acep Sopandi sebagai pendamping desa di Kecamatan Pelepat Ilir memaparkan bahwa, secara progres BUMDes di Pelepat Ilir menjadi gambaran usaha desanya telah berjalan baik.

“Yang sudah kelihatan progresnya bagus, sepengetahuan saya untuk di Kecamatan Pelepat Ilir, yaitu di desa Karya Harapan Mukti. Di desa Tirta Mulya kemarin bagus tapi kemudian sedikit tersendat usahanya. Kalau di Kecamatan lain saya kurang memahami, karena bukan wilayah dampingan saya.” Ada banyak hal yang menjadi penyebabnya, salah satunya akibat pandemi COVID-19. Intinya, di Pelepat Ilir yang bagus ada satu, yang lain ada juga tapi mereka usahanya simpan pinjam. Usaha ini harus dikaji ulang, kerena dalam ketentuannya, usaha bisnis keuangan harus berbentuk lembaga keuangan seperti Bank, Lembaga Keuangan Mikro, dan sebagainya (red. Peraturan BPS tentang KBLI). Sehingga, ketika ingin dipertahankan, dia berbentuk unit usaha (mutlak berbadan hukum) yang mendapatkan pengawasan langsung OJK”, Jelas Pria yang akrab dipanggil Mas/Kang Acep ini.

Perbincangan menarik mengenai topik BUMDes ini membawa Tim Akademica News penasaran mengapa ada banyak BUMDes di desa yang tidak berjalan alih-alih berkembang. Mencoba mengulik lebih jauh, Mas Acep yang telah beberapa tahun mendampingi desa ini hanya menanggapi dengan santai bahwa masalah keseriusan dari pemangku kebijakan utamanya yang ada di desa menjadi faktor utama badan usaha milik desa yang menyerupai BUMD dan BUMN ini tidak berkembang.

“Keseriusan. Ada beberapa pengurus dan pemerintah desa datang ke saya dan saya langsung terus terang, BUMDes ini tidak akan berjalan kalau tidak ada keseriusan dari Rionya (Red-Kades). Keseriusan yang saya maksud itu pertama, Rio tidak menfaatkan untuk kepentingan pribadi. Kedua, Rio memang betul-betul mengurus BUMDes ini supaya berkembang. Dibina pengelolanya, ketika akan menjalankan usaha dipelajari sama-sama, buat rencana bisnis dipelajari sama-sama. Permodalankan nanti muaranya antara Rio dengan BPD bersama unsur masyarakat melalui musyawarah desa. Intinya, keseriusan itu terlihat dengan komitmen yang terukur”, Ujarnya.

Menggambarkan kondisi BUMDes yang tidak berjalan tersebut, Acep Sopandi menyebut penelitian yang pernah dilakukan salah satu peneliti di Universitas Muara Bungo, Mulia Jaya, yang sempat melakukan survey BUMDes Se-Provinsi Jambi. Penelitian terkait faktor utama perkembangan BUMDes yang dijadikan thesis tersebut menjadi dasar Acep Sopandi memberi alasan kuat ia dapat mengidentifikasi penyebab yang dijelaskannya.

Modal BUMDes bisa menggunakan Anggaran yang bersumber dari Dana Desa dan lainnya, pada dasarnya yakni dibentuk lalu suntik modal. Semua rangkaian seperti membaca kebutuhan, membaca peluang, membuat perencanaan usaha adalah bagian dari langkah pembentukan didukung dengan modal awal. Modal awal tersebut bisa didapat dari mana saja, baik dari itu dari DD, ADD ataupun dari mana saja dan tidak menutup kemungkinan jika ada investasi dari masyarakat. Acep mengatakan bahwa rata-rata pembentukan BUMDes bersumber dari DD karena anggarannya dianggap paling memadai, ia menyebutkan estimasi nilainya beragam mulai dari lima puluh juta, seratus juta, hingga empat ratus juta rupiah. Sesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi keuangan Desa.

Pria yang sempat menjadi salah satu pembicara di acara Konferensi Internasional Pertama Pemberdayaan Masyarakat – The 1st International Conference on Empowerment of Rural Communities (ICERC) yang diselenggarakan BPSDM Kemendesa PDTT pada November 2022 lalu ini mengharapkan ada beberapa capaian dan kesepakatan sebagai tindak lanjut dari seminar ketahanan pangan. Selain terjalin kolaborasi antar penggerak masyarakat guna mengembangkan potensi masyarakat desa dan meningkatkan pemberdayaan masyarakat desa, ada wujud nyata berupa kerjasama kegiatan.

ADA KESULITAN DESA MENJALANKAN KEGIATAN PEMBANGUNAN DI DESA

Negeri dan Swasta itu sama saja, Negeri dan Swasta itu nilainya adalah Agreditasi - Dr. Ir. Supriyono, M.P 

Bungo, akademicanews.com – Rektor Universitas Muara Bungo Dr. Ir.
Supriyono, M.P bersama Wakil Rektor III Khairun A. Roni, SE., MM menghadiri
kegiatan GEBYAR HIMARI (Red – Himpunan Mahasiswa Rimbo) yang di laksanakan pada
hari Minggu tanggal 29 Januari tahun 2023 lalu, Kamis (01/02/2023)

Kegiatan ini berlangsung di Desa Giri
Winangun Unit 15 Rimbo Ilir “Tahun lalu terlaksana di Unit 10 Rimbo Ulu dan
saya sampaikan saat itu jangan hanya di Rimbo Hulu tetapi juga di Rimbo Bujang
dan Rimbo Ilir” ujar Rektor.

Ia menambahkan sewaktu itu Bupati
Kabupaten Tebo masih di jabat oleh Sukandar dan akhirnya di setujui oleh Bupati
“Tahun kemarin terlaksana di Rimbo Bujang Desa Tegal Arum” tambahnya.

Di undangnya Rektor UMB bukan tanpa
alasan, ternyata salah satu Dosen Senior UMB yang kini telah menjadi Rektor ini
merupakan salah satu Pendiri HIMARI “Saya Pendirinya tahun 1988, dulu namanya
IMARI Ikatan Mahasiswa Rimbo Bujang” tegas nya mengingat.

Hingga saat ini Rektor UMB juga selaku
Pendiri HIMARI masih tetap menjalin komunikasi, dan menjalin hubungan dengan
baik terhadap Alumni serta Pengurus HIMARI “kita tetap berkomunikasi dan saling
membantu”

Rektor menjelaskan, bahwa kegiatan ini
di isi dengan hal – hal yang sangat informatif dan bermanfaat bagi Peserta yang
hadir, terutama bagi Siswa ataupun Peserta Didik SLTA Sederajat.

Untuk pembicaranya sendiri ialah Alumni
ataupun Pengurus ataupun Kakak Kelas “memberikan pengalaman untuk masuk
Perguruan Tinggi karena pesertanya itu adalah kelas 12 atau kelas 3 SLTA Sederajat,
bisa dari SMA, bisa dari SMK, bisa dari Madrasah Aliyah bisa” jelasnya.

Acara ini juga di isi dengan Pemotongan
Tumpeng dan Bedah Kampus dengan pembahasan Kiat – kiat ataupun cara masuk
Perguruan Tinggi, Pengalaman Alumni ataupun Kakak kelas selama memasuki
perguruan tinggi, selanjutnya pembahasan tentang cara mendapatkan Bea Siswa,
serta menyampaikan keadaan ataupun Iklim Akademik selama Perkuliahan
berlangsung.

“Dan, semua di sampaikan oleh Alumni
ataupun Kakak Kelasnya” tambah Rektor.

ia menambahkan, justru aneh Ketika
seorang yang berniat memiliki gelar akademis ingin bergelar Doktor tetapi tidak
berkuliah Strata Satu, apa lagi seseorang yang berpotensi dan berniat menjadi
Dosen tetapi tidak berkuliah strata satu.

“Sekarang ini Dosen harus S3 makanya
kalau S1 saja tidak mau itu aneh, wajib untuk kuliah dan kuliah tidak
tergantung dengan biaya tetapi tergantung kemauan, Saya dulu kuliah gak ada
biaya juga selesai” tandas Rektor menjelaskan.

Bagi Doktor Supriyono yang terpenting
didalam Perkuliahan itu adalah Niat karena dengan begitu akan banyak kesempatan
lain yang terlihat, selain dengan Kemandirian dan Kegigihan pun ada banyak Bea
Siswa yang bisa di Peroleh oleh Peserta Didik.

“Karena kita juga tawarkan beasiswa –
beasiswa ke siswa salah satunya beasiswa bidik misi itu kita sampaikan salah
satunya juga di sampaikan oleh Pak Khairun selaku WR III bagian Kemahasiswaan
kemudia beliau itu Ketua Penerimaan Mahasiswa Baru”

&nbsp;Rektor
juga menambahkan, bahwa suasana saat itu sangatlah berterima dengan suasana
anemo siswa ataupun peserta didik yang awalnya cendrung mengarah kepada
Perguruan Tinggi Negeri “Makanya kembali saya sampaikan, Negeri dan Swasta itu
nilainya adalah Agreditasi, buat apa Negeri kalau nilai Agreditasinya Rendah”.

Rektor mengajak setiap peserta didik
ataupun siswa yang nantinya akan melanjutkan Pendidikan, menyampaikan saran
agar lebih baik memilih Universitas Umum yang lebih dekat dan tak harus mengeluarkan
biaya besar.

Anemo mereka sangat tinggi sekali walau
awalnya orientasi mereka itu memilih Kampus Negeri dulu kalau tidak di terima
di negeri barulah swasta rata – rata setiap tahun orientasinya seperti itu
belum ada yang ujuk – ujuk masuk swasta

Makanya Kembali Bapak Sampaikan, Negeri
dan Swasta itu nilainya adalah Agreditasi, buat apa Negeri kalau nilai
Agreditasinya Rendah “Negeri dan Swasta itu sama saja kalau dulukan negeri
lebih hebat sekarang sama saja tergantung Agreditasinya, kalau kita Universitas
Muara Bungo sekarang sudah B artinya sudah baik sekali” Tutup Rektor.

Angga Saputra

Rektor dan WR III UMB Hadiri Gebyar HIMARI sampaikan Informasi penting untuk Peserta Didik SLTA Sederajat di Kab. Tebo Prov. Jambi.

Hadiri Gebyar HIMARI, Rektor UMB: Negeri dan Sawasta nilainya itu Akreditasi

Bungo, akademicanews.com – Fakultas Perikanan Universitas Muara
Bungo mendapatkan Tawaran Magang ke Jepang yang di Peruntukkan Khusus Mahasiswa
Perikanan yang beberapa waktu lalu telah melakukan MoU (Red – Memorandum of
Understanding) dengan Universitas Bung Hatta, Sabtu (28/01/2023)

Hal ini di sampaikan langsung oleh Dekan
Perikanan UMB Rini Hertati, S.Pi., M.Si beberapa hari lalu, ia juga
menceritakan baru saja pulang dari Sumatera Barat menyelesaikan Seminar Hasil
Program Doktoralnya di Universitas Andalas.

Terkait Magang di Jepang, ia menambahkan
bahwa Fakultas Perikanan memang telah melakukan kerja – kerja program yang
sama, yaitu Magang ataupun PKL (Red – Praktek Kerja Lapangan) yang kini
berjalan di BBAT Sungai Gelam, Jambi “itu dari KKP (Red – Kementrian Kelautan
dan Perikanan) langsung” ujarnya.

Selain itu ia menambahkan bahwa Magang yang
di laksanakan di Sungai Gelam tersebut di laksanakan dengan Fasilitas yang
lengkap dan kegiatan serta bermacam – macam praktikum “itu kita laksanakan selama
satu bulan”. 

Untuk Program magang ke Jepang ini, ia
berharap di laksanakan setelah melakukan MoU terhadap Pihak BHJ bersama
Universitas Muara Bungo, agar fakultas lain di UMB bisa juga terlibat di
Program Magang ini, walaupun sebenarnya Magang dan Kukerta ke Jepang khusus Mahasiswa
Perikanan “jadi, kalau MoU bisa dari Fakultas lain terlibat” tambahnya.

Program Magang ke Jepang ini baginya sangatlah
menarik untuk terlibat langsung untuk Mahasiswa Universitas Muara Bungo, karena
dari sini Mahasiswa bisa kerja langsung dan memperoleh Gaji Per – Bulan sampai 25
Juta Rupiah.

Ia pun menyampaikan bahwa Prospek
Perikanan itu memang sangat besar terutama bagi Keluaran Mahasiswa Fakultas
Perikanan, peluang itu bisa di peroleh dari Swasta ataupun Negeri. 

“Peluang Kerja untuk Menjadi Pegawai
Negeri di KKP itu besar, bahwa Pembukaan lamaran pekerjaan di KKP itu bisa dua
kali dalam setahun dan peluang itu ada Ribuan khusus untuk Perikanan bahkan
Penggajiannya pun dua kali lipat lebih besar di bandingkan Daerah”.

Selain itu untuk Peluang Mandiri ataupun
Swasta juga sangat besar, ini di karenakan Fakultas Perikanan juga memberikan
Ilmu – Ilmu Keterampilan yang siap pakai, mulai dari Pengolahan Hasil,
Penanganan Hasil, Menangani Hama dan Penyakit “Bagaimana cara – cara Budi Daya yang
bagus, bagaimana menggunakan alat tangkap yang baik dan Ramah Lingkungan hingga
bagaimana Standar Pelabuhan yang Bagus” ujarnya menjelaskan.

Menurutnya, Peluang Keluaran Sarjana
Perikanan itu sangatlah luas apa lagi Fakultas Perikanan Universitas Muara
Bungo ialah satu – satunya Fakultas Perikanan di Wilayah Jambi Barat, tentu
Calon Mahasiswa yang ingin melanjutkan Studi di Fakultas Perikanan yang berasal
dari Daerah Jambi Wilayah Barat bisa langsung berkuliah disini tanpa harus
pergi ke wilayah lain yang mungkin memakan Biaya besar.

“Bayangkan, secara Nasional Perikanan
itu ada Dua; Pertama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi,
Kedua; Kementrian Kelautan dan Perikanan, kita pun ada Perikanan di Darat ada Perikanan
di Laut”

“Apa lagi Sumber Protein tertinggi ada
pada ikan, banyak makan sapi Kolestrol Tinggi” ujar Dekan Perikanan berseloroh.

Dekan Fakultas Perikanan Universitas Muara Bungo bicara Peluang Keluaran Sarjana Perikanan dari Pengolahan Hasil Perikanan hingga Pelabuhan.

Dekan Perikanan UMB Bicara Peluang, Mulai dari Pengolahan Hingga Pelabuhan

Bungo, akademicanews.com – Fakultas Hukum Universitas Muara Bungo
salah satu Fakultas yang cukup ramai peminatnya, mengingat UMB memiliki Tujuh
Fakultas yang keseluruhan terfavorit, dan kali ini Rekadsi akademicanews.com
menemui Dekan Fakultas Hukum UMB Nirmala Sari, SH., MH yang kini terdaftar
sebagai Mahasiswa Doktoral Universitas Jambi, Jumat (27/01/2023)

Kehadiran Redaksi menemui Dekan yang di
kenal Talkative (Red – Komunikatif) ini tentulah mewawancarai, serta
menggali lebih jauh Informasi Fakultas di Lingkungan Universitas yang di kenal
memiliki Alumni – alumni Sukses dalam karir mereka.

Saat menemui Dekan Hukum UMB tepatnya di
Kampus B Universitas Muara Bungo, ia baru saja pulang mempromosikan Universitas
Muara Bungo kepada beberapa SLTA Sederajat, yang telah di mulainya beberapa
hari lalu ke beberapa SLTA di Tanah Periuk, Tanah Tumbuh dan Pelayang.

Dan kali ini baru saja pulang dari
beberapa SLTA seperti MAN 1 Bungo, SMA 1 Bungo, SMA 14 Tanjung Agung dan SMK 4
Tanjung Agung “Iya, kita baru saja Pulang dari mempromosikan UMB dan rencananya
Cuma tiga sekolah tetapi dalam prakteknya ada empat sekolah” ujar Nirmala Sari
berseloroh.

Selanjutnya ia menceritakan awal mula
berdirinya Fakultas Hukum di Universitas Muara Bungo, yang awalnya berdiri pada
tahun 2018 yang di usulkan sejak tahun 2015 serta sudah tiga kali membentuk Tim
Pembuatan Borang (Red – Sekumpulan Dokumen – dokumen) untuk pengajuan
penerbitan SK (Red – Surat Keputusan Penyelenggaraan) Program Study
tersebut.

“Tim pertama belum lolos karena di
Anggap Moratorium (Red – Tertunda karena batas waktu tertentu) dan yang
kedua juga begitu dan yang di ketigalah baru jebol dimasa Rektornya Pak
Rachmad”.

Selama perjalanan Fakultas Hukum Prodi
Ilmu Hukum yang kini sudah sampai pada Angkatan ke 4 dan ke 5 memang ada
tantangan – tantangan tersendiri dan bisa terselaikan dengan baik “dan saya
menikmatinya” gumam Dekan yang pernah menjadi Konsultan dan Tutor ini.

Terkait dengan Fakultas Hukum, ia juga
menjelaskan bahwa saat ini belum bisa memberikan Program Kekhususan Hukum
seperti Fakultas Hukum lainnya, yang umumnya di kampus luar Provinsi Jambi,
sampai 7 PK “dan saat ini masih memiliki 3 PK (Red – Program Kekhususan)
diantaranya PK Hukum Tata Negara, PK Pidana dan PK Hukum Perdata”.

Ia mengajak agar calon mahasiswa itu
memilih fakultas yang memang memiliki manfaat untuk masa depan, dan ada di
Universitas Muara Bungo serta salah satunya ialah Fakultas Hukum yang sudah
cukup layak, baginya Fakultas Hukum itu bisa di bawa ke sektor apapun.

“lebih luwes karena bekerja di Bank pun
juga bisa, jadi Jaksa, jadi Hakim, jadi Advokad, Notaris bahkan Jadi Dosen”
tegasnya.

Baginya Fakultas Hukum cukup sering di
pantau oleh masyarakat melalui media sosial, itu terbukti karena ada beberapa
Mahasiswa yang berkuliah di Fakultas Hukum UMB, sementara di daerah mereka ada
kampus dengan fakultas yang sama.

di akhir wawancara kamis lalu ia juga
menambahkan agar mahasiswa memiliki jiwa Entrepreneurship (Red – Wirausaha)
dengan keterampilan yang bagus dan koneksi yang bagus, mengingat di zaman
sekarang semua laju kehidupan sangatlah cepat, kalau masih ingin bekerja dengan
Instansi Swasta dan Negeri mesti mampu Bahagia setiap hari kerjanya “Ada yang
bilang I Don’t Like Mondey, barangkali kerja karena keterpaksaan dan
kalau saya santai aja bahkan saya mengajar lima kelas itu biasa” tegasnya
tersenyum.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Muara Bungo sampaikan alasan mengapa Fakultas Hukum keluarannya lebih luwes.

Dekan Hukum, Keluaran Hukum itu lebih Luwes

Kalau rugi ya memang subsidi memang rugi - Rektor Universitas Muara Bungo, Dr. Ir. Supriyono, M.P

Bungo,
akademicanews.com – Inflasi
masih menjadi Isu hangat di Provinsi Jambi begitupun dengan Kabupaten Bungo,
pada kesempatan kata sambutan Pelepasan Mahasiswa Kukerta dan Magang di
Universitas Muara Bungo pada Selasa kemarin, Rabu (25/01/2023)

Sekretaris
Daerah Kab. Bungo, Drs. Mursidi, MM menyampaikan hal tersebut kepada Mahasiswa
Kukerta dan Magang, agar Mahasiswa mengetahui beberapa isu penting yang berkaitan
dengan masyarakat banyak.

Sekda
menjelaskan bahwa Harga Komoditi seperti Cabai beberapa waktu lalu sempat
melonjak, karena memang masyarakat bungo memasok cabe dari Kerinci, Curup dan
Padang Panjang yang sempat mandeg ataupun terhenti.

Hal ini di
karenakan musim tanam tidaklah di lakukan serentak apa lagi saat itu belumlah musim
tanam, sehingga harga cabe melonjak hingga Rp. 120.000,- (Red – Seratus Dua
Puluh Ribu Rupiah).

Atas kejadian
itu, Sekda menambahkan bahwa Pemerintah Bungo mengambil Langkah Kongkrit yaitu
memanggil setiap pemasok cabai, dan mengkomunikasikan tentang harga cabai lalu
membantu Transportasi Pemasok.

“misalnya 50
Ribu 1 kilo, kita bantu transportasinya dengan harga 50 Ribu 1 kilo sampai ke Bungo
kamu silahkan jual 60 Ribu” ujar Sekda memaparkan.

Menanggapi
persoalan Inflasi, Ketua Yayasan Pendidikan Mandiri Muara Bungo H. Andriansyah,
SE., M.Si memaparkan, Kampus hanya bisa menganalisa dan hasil Analisa ataupun
Riset tentu di sampaikan kepada Pemerintah Daerah.

“Paling
mudahnya, semua Dinas yang berhubungan dengan Komoditi hasil Pertanian sering –
seringlah berkunjung ke Biro Pusat Statistik, dimana kebutuhan masyarakat
seperti komoditi Cabai, Tomat dan lainnya terdata disana” Jelas Andriansyah

Kemudia ia
menambahkan, agar segera di atur Kerjasama antar Pemerintah Daerah tentunya
dengan melihat berbagai Potensi Komoditi setiap Daerah, selanjutnya setiap
Kadis saling berkomunikasi terutama Kadis dari Kabupaten berbeda.

“yang tidak
menghasilkan produk tersebut harus memantau lewat BPS serta menjalin komunikasi
terhadap Kabupaten seperti dinas terkait, seperti dishub dan lain sebagainya
yang pasti pada dinas yang menghasilkan produk komoditi tersebut” ujar Ketua
YPMMB menjelaskan.

Sementara itu
Rektor Universitas Muara Bungo, Dr. Ir. Supriyono, M.P menjelaskan bahwa
Inflasi artinya harga tinggi daya beli rendah, lalu untuk mengatasinya dengan
membantu dengan cara tertentu, dalam hal ini Pemerintah Bungo membantu uang
transport.

“Sebenarnya ada
yang paling pas, yaitu komoditi tersebut di beli oleh Pemda dan di Jual Kembali
kemasyarakat, artinya di subsidikan, kalau rugi ya memang subsidi memang rugi” tegas
Rektor menjelaskan sambil berseloroh.

Rektor
menambahkan, misalnya di beli oleh Pemda dengan harga 60 Ribu dan di Jual
kemasyarakat 50 Ribu artinya di subsidi 10 Ribu “Kalau mampu menggunakan APBD
ataupun APBN seperti penjelasan dari Sekda itu bisa di katakan subsidi
transport” tegas Rektor UMB menjelaskan.

Ketua Yayasan Pendidikan Mandiri Muara Bungo dan Rektor Universitas Muara Bungo, Ikut Bicara Inflasi Kabupaten Bungo.

Sekda Bungo sampaikan Isu Inflasi, Ketua YPMMB dan Rektor UMB ikut Bicara

Bungo,
akademicanews.com – Pemimpin adalah
salah satu tema yang tidak pernah habis di bahas oleh umat manusia di muka bumi
ini, baik pada masa sebelum Masehi hingga pada hari ini, Pemimpin sangatlah
menarik untuk di bahas karena menurut saya, hampir setiap sektor kehidupan
manusia pastilah ada pemimpinnya.

Dapat
kita pahami bahwa Pemimpin terbentuk dari kecendrungan alami untuk mengambil peran dalam memimpin pada tingkat organisasi atau tingkat sosial, hal ini terkait dengan pengalaman dan perkembangan mereka memberikan pengaruh atas pikiran, perasaan dan tindakan kepada anggota (Avolio, 1994; Yukl &amp; Mahsud, 2010). 

Dan,
Konsep pemimpin sendiri
berawal dari proses individu dalam
memberikan pengaruh yang disengaja terhadap individu lain, dengan tujuan membimbing, menyusun
dan memfasilitasi kegiatan
dengan melibatkan perilaku, sifat dan hubungan peran (Day &amp; Antonakis, 2012; Yukl, 1993). 

Selain
itu, sebenarnya ada banyak konsep pemimpin tetapi saya hanya ingin membahas
satu konsep pemimpin saja, yaitu; Pemimpin Perubahan, Pemimpin perubahan sendiri adalah pemimpin yang mampu mengangkat mimpi siang para anggota menjadi nyata, bahkan membuat hal
yang tidak terduga, &nbsp;istilah ini dapat kita ketahui dari tulisan Burn (1978). 

Selanjutnya, pemimpin perubahan (Red – Terminology lain di Eropa Timur adalah Pemimpin Revolusioner) merupakan pemimpin yang mempengaruhi anggota untuk
membuat sesuatu menjadi berbeda, diawali dengan membangun kepercayaan mereka dalam memiliki tujuan, kemudian mengarahkan mereka &nbsp;untuk menjaga kekompakan,
ketika mereka kompak dan bersatu maka akan menghasilkan keinginan anggota dan keinginan organisasi (Shamir et al., 1993; Bass, 1995; Bass &amp; Riggio,
2006).

Avolio et al., (1988)
mengatakan, pemimpin perubahan mampu meningkatkan kebutuhan anggota
dengan cara; memotivasi
kemajuan kerja
mereka, memecahkan masalah mereka
sendiri dan
anggota lain, serta mengarahkan anggota menjadi pemimpin baru di masa depan. 

Di sisi lain, pemimpin perubahan mampu menginspirasi anggota untuk meningkatkan
kemajuan kerja dengan menggunakan keterampilan baru sehingga mampu meningkatkan arti sukses, hal penting dari pemimpin perubahan
adalah mampu mempengaruhi anggota untuk membuat kemajuan kerja menjadi maksimum (Piccolo &amp; Colquitt, 2006; Lyons &amp; Schneider, 2009; Pan &amp; Lin, (2015).

Para ahli
sepakat, bahwa pemimpin perubahan dapat mempengaruhi anggota secara tidak langsung melalui; komitmen yang dihubungkan
dengan visi, memperkuat
hubungan struktural, kepintaran emosi, kepuasan kerja, dan kerja ekstra anggota (Gulluce et al., 2016; Tresna, 2016; Eliyana et al., 2019)

Jarang
dari kita mempelajari pengetahuan tentang pemimpin perubahan (Red – Istilah
seperti ini sangat Akrab terdengar di Republik Indonesia di Tahun 1921 an)
sebenarnya pemimpin perubahan sangat
menarik dipelajari karena
berdampak langsung terhadap kesejahteraan, kesehatan, kepuasan dan kemajuan kerja
anggota serta organisasi (Avolio et al., 2009; Braun et al., 2013; Holten et al., 2017).

Bass dan Riggio, (2006)
menjelaskan, pada
awalnya penelitian pemimpin perubahan
dilakukan pada lembaga angkatan
bersenjata (militer)
seperti yang pernah diteliti oleh; Bass, (1985), Boyd, (1988), Curphy, (1990), &nbsp;Longshore, (1988), O’Keeffe, (1989), Yammarino &amp; Bass, (1999). Namun Avolio dan Yammarino, (2012)
mengkritisi bahwa pemimpin perubahan penting di semua organisasi
(Red – Profit dan Non-Profit).

Penyebab pemimpin perubahan telah diteliti sejak pertama kali konsep ini di tulis oleh Burn (1978). Para ahli terdahulu telah meneliti asal penyebab pemimpin perubahan berawal dari; tantangan karir (Bass, 1985), kepribadian (Howard &amp; Bray, 1988), perlengkapan
pribadi (Atwater &amp;
Yammmarino, 1993), pengalaman hidup ( Avolio, 1994), dan motivasi&nbsp; (Barbuto et al., 2000). 

Berbeda dengan pandangan
dari Avolio et al., (1991) bahwa penyebab pemimpin perubahan seperti; cendrung memperluas ide-ide anggota dengan cara anggota itu sendiri, fokus memindahkan kesejahteraan anggota yang rendah menuju lebih tinggi, meningkatkan kesadaran untuk kebutuhan organisasi dan
mereka sendiri
selaras dengan pencapaian pekerjaan
mereka.

Banyak cara melihat sudut pandang dari pemimpin perubahan yang dapat dilihat
sebagai berikut;

Pandangan
kebergantungan (contingency paradigm) adalah pandangan yang disesuaikan dengan situasi, kondisi
dan sifat pada proses pengambilan
keputusan, padangan kebergantungan ini difokuskan pada kepemimpinan lintas budaya, pada
budaya tertentu mampu memperoleh tingkat pemimpin perubahan yang lebih tinggi (Fiedler, 1986; Vroom &amp; Jaago, 2007; Ergeneli
et al., 2007; Muczyk &amp; Holt, 2008).

Pandangan universal (universalistic
paradigm) juga faktor penyebab munculnya pemimpin
perubahan, pandangan ini digunakan untuk satu ukuran terhadap fungsi dan perilaku
yang sistematis serta didukung oleh
teori atau model yang mendasarinya dalam menjalankan
organisasi (Shamir, 2012).

Budaya diprediksi penting sebagai kemunculan pemilihan pemimpin,&nbsp; prilaku kepemimpinan berhubungan dengan nilai-nilai budaya sehingga pemimpin
yang berbudaya memimpin lebih memperlihatkan perilaku pemimpin perubahan (Leong &amp; Fischer, 2011; Engelen et al., 2014).

Pemimpin
perubahan adalah pemimpin dengan pandangan
yang mendunia yang memiliki satu ukuran terhadap; fungsi, perilaku, sistematis, dan teori yang mendasarinya (Bass, 1997; Shamir, 2012). Hasil studi kuantitatif dari Den Hartog et al., (1999) dan studi kualitatif dari Karakitapoğlu-Aygün &amp; Gumusluoglu, (2013) mendukung penyebab pemimpin perubahan berdasarkan pada pandangan yang
mendunia.

Sikap keramahan dari pemimpin perubahan mengakibatkan anggota akan; bekerja
ekstra, suka bergaul,
banyak bicara, menyelesaikan hambatan, dan ikut
pengaturan kelompok (Bass, 1990). 

Para ahli terdahulu telah menemukan hubungan yang
kuat antara keramahan terhadap pemimpin perubahan, keramahan sangat terkait dengan karisma (Church &amp; Waclawski, 1998; Bono &amp; Judge, 2004; Ployhart et al.,
2001). Dalam penelitian lain, Avolio, (1994) menemukan keramahan sangat
terkait dengan; bersosialisasi, karisma, dan pertimbangan
individu. 

Pemimpin yang efektif
umumnya memiliki tingkat harga
diri yang tinggi dan positif, secara konseptual terkait dengan kepercayaan diri, cendrung untuk mengambil risiko serta perilaku
yang tidak konvensional&nbsp; (Conger &amp; Kanungo,
1988; Bass &amp; Avolio,
1990; Bandura, 1994).

Adanya hubungan yang kuat antara keterbukaan terhadap pemimpin
perubahan, ini menunjukkan bahwa pemimpin perubahan itu; kreatif untuk
perubahan dan mampu beradaptasi dengan pandangan &nbsp;anggota lain (Judge &amp; Bono,
2000).

Dan, hal yang sangat menarik bagi saya, pemimpin perubahan berhubungan secara psikologis dengan
individu yang sehat dan tangguh dengan mengembangkan ketabahan, hal ini berhubungan dengan kebugaran fisik pemimpin tersebut (Kobasa et al., 1982; Epstein &amp; Meier, 1989; Harland et al., 2005).

Avolio et al., (1988) menegaskan, awalnya pemimpin perubahan disusun
menggunakan tiga dimensi, yaitu; karisma,
merangsang kecerdasan dan
pertimbangan individu. Namun, Barbuto et al., (2000) dan Hunt dan Conger, (1999) mengkritik bahwa karisma berpotensi tidak sesuai dengan
cita-cita perubahan.

Istilah karisma dalam model pemimpin perubahan akhirnya
diubah dan ditambah menjadi; pengaruh yang ideal, dan motivasi yang
menginspirasi. Bass dan Riggio, (2006) sepakat bahwa konsep pemimpin perubahan disusun menjadi
empat dimensi terdiri dari; merangsang kecerdasan, pertimbangan individu,
pengaruh yang ideal, serta motivasi yang menginspirasi.

Pemimpin perubahan diukur dari pengaruh pemimpin terhadap anggota dalam meningkatkan kepuasan dan kepercayaan mereka (Podsakoff et al., 1990). Selanjutnya, Katz dan Kahn, (1978) menjelaskan, anggota &nbsp;yang
merasakan gaya pemimpin
perubahan akan; menimbulkan kepercayaan dan kekaguman, kesetiaan dan rasa hormat terhadap
pemimpin, serta termotivasi untuk melakukan
perilaku ekstra kerja. 

Artinya
banyak sekali Efek Positif dari keberadaan Pempimpin Perubahan ini, hingga
berimbas pada para Anggotanya (Red – Pengikutnya atau Kader ataupun Penamaan
lain). Mesti kita pahami juga, bahwa para peneliti mencatat lebih dari 40 tahun konsep
pemimpin dipelajari,
ternyata konsep tersebut
memiliki kemiripan atau hampir
sama tiap konsepnya (Holten et al., 2017).

Penulis : Dr. Oldy, A.A, S.P., M.M. - Pengajar Pada FEB - UNIVERSITAS MUARA BUNGO

Atwater, L. E., &amp; Yammmarino, F. J. (1993). Personal Attributes as
predictor of superiors and subordinates perception of military academy
leadership. Human Relation, 46(5), 645–668. https://doi.org/10.1177/07399863870092005

Avolio, B. J. (1994). The natural: Some antecedents to transformational
leadership. International Journal of Public Administration, 17(9),
1559–1581. https://doi.org/10.1080/01900699408524956

Avolio, B. J., Reichard, R. J., Hannah, S. T., Walumbwa, F. O., &amp;
Chan, A. (2009). A meta-analytic review of leadership impact research:
Experimental and quasi-experimental studies. Leadership Quarterly, 20(5),
764–784. https://doi.org/10.1016/j.leaqua.2009.06.006

Avolio, B. J., Waldman, D. A., &amp; Einstein, W. O. (1988).
Transformational leadership in a management game simulation: Impacting the
bottom line. Group &amp; Organizational Studies, 13(1), 59–80.
https://doi.org/10.1177/105960118801300109

Avolio, B. J., Waldman, D. A., &amp; Yammarino, F. J. (1991). Leading in
the 1990s: The four I’s of transformational leadership. Journal of European
Industrial Training, 15(4), 9–16.
https://doi.org/10.1108/03090599110143366

Avolio, B. J., &amp; Yammarino, F. J. (2012). Transformational and
charismatic leadership: The road ahead (JAI (ed.)).

Bandura, A. (1994). Self-efficacy. Encyclopedia of Human Behavioruman
Behavior, 4, 71–78. https://doi.org/10.5860/choice.36-0036

Barbuto, J. J. ., Fritz, S. M., &amp; Marx, D. (2000). A FIELD STUDY OF
TWO MEASURES O F WORK MOTIVATION. Psychological Repport, 86(12807),
295–300.

Bass, B. M. (1990). Bass &amp; Stogdill’s handbook of leadership:
Theory, research, and managerial applications (3rd ed.). Free Press.
https://psycnet.apa.org/record/1990-98476-000

Bass, Bernard M., &amp; Avolio, B. J. (1990). Developingleadership: 1992
and beyond. Journal of European Industrial Training, 14(5),
21–27. https://doi.org/10.1108/03090599010135122

Bass, Bernard M. (1985). Leadership and performance beyond expectation.
Free Press. https://doi.org/10.2307/258081

Bass, Bernard M. (1995). Theory of transformational leadership. The
Leadership Quartely, 6(4), 463–478.
https://doi.org/10.1016/1048-9843(95)90021-7

Bass, Bernard M. (1997). Does the transactional-transformational
leadership paradigm transcend organizational and national boundaries ? American
Psychologist, 52(2), 130–139.

Bass, Bernard M, &amp; Riggio, R. E. (2006). Transformational Leadership.
In Lawrence Erlaburn Associates (Second).
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Bono, J. E., &amp; Judge, T. A. (2004). Personality and transformational
and transactional leadership: A meta-analysis. Journal of Applied Psychology,
89(5), 901–910. https://doi.org/10.1037/0021-9010.89.5.901

Boyd, J. T. (1988). Leadership extraordinary: A cross national military
perspective on transactional versus transformational leadership. Nova
University.

Braun, S., Peus, C., Weisweiler, S., &amp; Frey, D. (2013).
Transformational leadership, job satisfaction, and team performance: A
multilevel mediation model of trust. Leadership Quarterly, 24(1),
270–283. https://doi.org/10.1016/j.leaqua.2012.11.006

Burn, J. . (1978). Leadership. Harper &amp; Row.

Church, A. H., &amp; Waclawski, J. (1998). The relationship between
individual personality orientation and executive leadership behaviour. Journal
of Occupational and Organizational Psychology, 71(2), 99–125.
https://doi.org/10.1111/j.2044-8325.1998.tb00666.x

Conger, J. A., &amp; Kanungo, R. N. (1988). The Jossey-Bass management
series.Charismatic leadership: The elusive factor in organizational
effectiveness. Jossey-Bass. https://psycnet.apa.org/record/1988-98415-000

Curphy, G. J. (1990). An empirical study of Bass’s (1985) theory of
transformational and trans- actional leadership. The University of
Minnesota, Minneapolis.

Day, D., &amp; Antonakis, J. (2012). Leadership: Past, Present, and
Future (Second). SAGE Publication Ltd.

Den Hartog, D. N., House, R. J., Hanges, P. J., &amp; Antonio
Ruiz-Quintanilla, S. (1999). Culture specific and crossculturally generalizable
implicit leadership theories: Are attributes of charismatic/transformational
leadership universally endorsed? Leadership Quarterly, 10(2),
219–256. https://doi.org/10.1016/S1048-9843(99)00018-1

Eliyana, A., Ma’arif, S., &amp; Muzakki. (2019). Job satisfaction and
organizational commitment effect in the transformational leadership towards
employee performance. European Research on Management and Business Economics,
25(3), 144–150. https://doi.org/10.1016/j.iedeen.2019.05.001

Engelen, A., Schmidt, S., Strenger, L., &amp; Brettel, M. (2014). Top
management’s transformational leader behaviors and innovation orientation: A
cross-cultural perspective in eight countries. Journal of International
Management, 20(2), 124–136.
https://doi.org/10.1016/j.intman.2013.04.003

Epstein, S., &amp; Meier, P. (1989). Constructive Thinking: A Broad Coping
Variable With Specific Components. Journal of Personality and Social
Psychology, 57(2), 332–350.
https://doi.org/10.1037/0022-3514.57.2.332

Ergeneli, A., Gohar, R., &amp; Temirbekova, Z. (2007). Transformational
leadership: Its relationship to culture value dimensions. International
Journal of Intercultural Relations, 31(6), 703–724.
https://doi.org/10.1016/j.ijintrel.2007.07.003

Gulluce, A. Ç., Kaygin, E., Kafadar, S. B., &amp; Atay, M. (2016). The
Relationship between Transformational Leadership and Organizational Commitment:
A Study on the Bank Employees. Journal of Service Science and Management,
09(03), 263–275. https://doi.org/10.4236/jssm.2016.93033

Harland, L., Harrison, W., Jones, J. R., &amp; Reiter-Palmon, R. (2005).
Leadership behaviors and subordinate resilience. Journal of Leadership &amp;
Organizational Studies, 11(2), 2–14.
https://doi.org/10.1177/107179190501100202

Holten, A.-L., Bollingtoft, A., Carneiro, G., &amp; Vilhem, B. (2017). A
within-country study of leadership perceptions and outcomes across native and
immigrant employees: Questioning the universality of transformational
leadership. Journal OfManagement &amp; Organization, 1–18.
https://doi.org/10.1017/jmo.2017.2

Howard, A., &amp; Bray, D. W. (1988). Adult development and
aging.Managerial lives in transition: Advancing age and changing times.
Guilford Press.

Hunt, J. G., &amp; Conger, J. A. (1999). Hunt, J. G. (J.), &amp; Conger,
J. A. (1999). From where we sit: An assessment of transformational and
charismatic leadership research. The Leadership Quarterly, 10(3),
335–343. https://doi.org/10.1016/S1048-9843(99)00024-7

Irshad, R., &amp; Hashmi, M. (2014). How transformational leadership is
related to organizational citizenship behavior? The mediating role of emotional
intelligence. Pakistan Journal of Commerce and Social Sciences (PJCSS), 8(2),
413–425. http://hdl.handle.net/10419/188146

Judge, T. A., &amp; Bono, J. E. (2000). Five-factor model of personality
and transformational leadership. Journal of Applied Psychology, 85(5),
751–765. https://doi.org/10.1037/0021-9010.85.5.751

Salah satu Doktor dari Universitas Muara Bungo menuliskan Opini nya terkait Pemimpin Perubahan: Konsep dan Definisi.

Akademica News